Di masa depan, bumi terpaksa harus ditinggalkan lantaran sudah dipenuhi sampah hasil produksi dari perusahaan Buy N Large yang tak bertanggung jawab. Untuk membersihkan sampah yang bertumpuk, dipilihlah WALL-E (Waste Allocation Load Lifter-Earth-Class), robot kecil yang diprogram untuk melakukan pembersihan global ini.
Setelah 700 tahun, WALL-E (Benjamin Burtt) tak kenal lelah membersihkan sampah yang menggunung itu. WALL-E tak pernah mengeluh dan merasa kesepian. Semuanya berjalan lancar sampai suatu hari WALL-E bertemu EVE (Elissa Knight). EVE adalah robot cantik yang dikirim untuk mencari informasi apakah bumi sudah siap dihuni lagi.
Celakanya, WALL-E malah jatuh cinta pada EVE. Selama EVE berada di bumi, WALL-E berusaha untuk selalu melindungi EVE. WALL-E bahkan menunjukkan lokasi di mana ada tumbuhan yang mulai tumbuh. Bukti bahwa bumi sudah mulai menampakkan gejala dapat dihuni lagi. EVE yang berpegang pada tugas yang diembannya, kemudian menghubungi pembuatnya. Beberapa waktu kemudian, sebuah pesawat datang menjemput EVE.
WALL-E yang terlanjur cinta pada EVE kemudian ikut menyusup ke pesawat yang seharusnya hanya membawa EVE itu. Pesawat itu kemudian membawa EVE dan WALL-E ke sebuah pesawat ruang angkasa besar yang ternyata berisi keturunan manusia yang meninggalkan bumi. Sayangnya tidak semua orang menginginkan kembali ke bumi.
Film animasi produksi Pixar ini mencoba mengusung ide yang sama dengan TOY STORY di mana benda mati bisa memiliki perasaan. Film ini jadi unik lantaran drama romantis ini dapat merangkul penonton baik anak-anak maupun orang dewasa.
Hal lain yang menarik adalah masalah pewarnaan. Bila film animasi biasanya menyuguhkan warna-warna yang cerah, maka film ini justru didominasi oleh warna kecoklatan. Namun justru di situ kelebihannya. Warna yang serba kecoklatan membawa kesan seolah kita berada di alam yang nyata namun di saat yang sama juga memberikan kesan asing. Namun mungkin yang lebih menarik lagi adalah kepiawaian sang animator yang mampu menghidupkan perasaan yang terjalin antara WALL-E dan EVE lewat segala keterbatasannya. Ada emosi yang kuat walaupun WALL-E dan EVE hampir tak pernah 'berbicara' dan tak ada emosi yang bisa ditampilkan dari raut muka.
WALL-E bisa jadi adalah salah satu film yang benar-benar bisa menghibur dalam artian yang sebenarnya. Orang dewasa tak harus malu saat menonton film ini tanpa membawa anak kecil karena film ini pun masih layak jadi konsumsi dewasa.
Hubungannya dengan IMK
Film ini memperlihatkan bagaimana manusia lagi-lai menjadi penyebab kehancuran bumi karena sampah, sampai-samapai tumbuhan pun tak tumbuh dibumi. Manusia yang digambarkan pergi meninggalkan bumi yang menetap di luar abgkasa pun enggan untuk kembali ke bumi dimana mereka dilahirkan. Seseram itukah bumi dimasa depan ?
Dan tehknologi menjadi pahlawan untuk masalah ini. Menjadi pembersih ataupun menjadi pencari informasi. Dan diceritakan robot ini saling jatuh cinta, namun tidak bisa mengekspresiaknnya lewat raut muka karena keterbatasannya. Jika robot ini di program ulang untuk bisa membuat ekspresi emosi lewat raut muka, tetap saja tak bisa dibandingkan dengan manusia.
Oleh karena itu, interaksi manusia harus lebih di pertahankan dan dikembangkan. Dari pada terus sering melakukan pengembangan tekhnologi yang menjadikan pemusnahan manusia. Dan sudah hukum mati bahwasanya tak ada makhluk yang sempurna seperti manusia.
Kunto Hadi Utomo ( 17108392 ) 5KA17
Mata Kuliah : Interaksi Manusia dan Komputer
Dosen : Dr. Dewi Agushinta Rahayu
Sistem Informasi
Universitas Gunadarma 200
Read more
Setelah 700 tahun, WALL-E (Benjamin Burtt) tak kenal lelah membersihkan sampah yang menggunung itu. WALL-E tak pernah mengeluh dan merasa kesepian. Semuanya berjalan lancar sampai suatu hari WALL-E bertemu EVE (Elissa Knight). EVE adalah robot cantik yang dikirim untuk mencari informasi apakah bumi sudah siap dihuni lagi.
Celakanya, WALL-E malah jatuh cinta pada EVE. Selama EVE berada di bumi, WALL-E berusaha untuk selalu melindungi EVE. WALL-E bahkan menunjukkan lokasi di mana ada tumbuhan yang mulai tumbuh. Bukti bahwa bumi sudah mulai menampakkan gejala dapat dihuni lagi. EVE yang berpegang pada tugas yang diembannya, kemudian menghubungi pembuatnya. Beberapa waktu kemudian, sebuah pesawat datang menjemput EVE.
WALL-E yang terlanjur cinta pada EVE kemudian ikut menyusup ke pesawat yang seharusnya hanya membawa EVE itu. Pesawat itu kemudian membawa EVE dan WALL-E ke sebuah pesawat ruang angkasa besar yang ternyata berisi keturunan manusia yang meninggalkan bumi. Sayangnya tidak semua orang menginginkan kembali ke bumi.
Film animasi produksi Pixar ini mencoba mengusung ide yang sama dengan TOY STORY di mana benda mati bisa memiliki perasaan. Film ini jadi unik lantaran drama romantis ini dapat merangkul penonton baik anak-anak maupun orang dewasa.
Hal lain yang menarik adalah masalah pewarnaan. Bila film animasi biasanya menyuguhkan warna-warna yang cerah, maka film ini justru didominasi oleh warna kecoklatan. Namun justru di situ kelebihannya. Warna yang serba kecoklatan membawa kesan seolah kita berada di alam yang nyata namun di saat yang sama juga memberikan kesan asing. Namun mungkin yang lebih menarik lagi adalah kepiawaian sang animator yang mampu menghidupkan perasaan yang terjalin antara WALL-E dan EVE lewat segala keterbatasannya. Ada emosi yang kuat walaupun WALL-E dan EVE hampir tak pernah 'berbicara' dan tak ada emosi yang bisa ditampilkan dari raut muka.
WALL-E bisa jadi adalah salah satu film yang benar-benar bisa menghibur dalam artian yang sebenarnya. Orang dewasa tak harus malu saat menonton film ini tanpa membawa anak kecil karena film ini pun masih layak jadi konsumsi dewasa.
Hubungannya dengan IMK
Film ini memperlihatkan bagaimana manusia lagi-lai menjadi penyebab kehancuran bumi karena sampah, sampai-samapai tumbuhan pun tak tumbuh dibumi. Manusia yang digambarkan pergi meninggalkan bumi yang menetap di luar abgkasa pun enggan untuk kembali ke bumi dimana mereka dilahirkan. Seseram itukah bumi dimasa depan ?
Dan tehknologi menjadi pahlawan untuk masalah ini. Menjadi pembersih ataupun menjadi pencari informasi. Dan diceritakan robot ini saling jatuh cinta, namun tidak bisa mengekspresiaknnya lewat raut muka karena keterbatasannya. Jika robot ini di program ulang untuk bisa membuat ekspresi emosi lewat raut muka, tetap saja tak bisa dibandingkan dengan manusia.
Oleh karena itu, interaksi manusia harus lebih di pertahankan dan dikembangkan. Dari pada terus sering melakukan pengembangan tekhnologi yang menjadikan pemusnahan manusia. Dan sudah hukum mati bahwasanya tak ada makhluk yang sempurna seperti manusia.
Kunto Hadi Utomo ( 17108392 ) 5KA17
Mata Kuliah : Interaksi Manusia dan Komputer
Dosen : Dr. Dewi Agushinta Rahayu
Sistem Informasi
Universitas Gunadarma 200